Sabtu, 27 April 2013

PEMBUATAN MEDIA



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Kultur jaringan tanaman adalah suatu teknik isolasi bagian-bagian tanaman, seperti jaringan, organ, ataupun embrio, lalu dikultur pada medium buatan yang steril sehingga bagian-bagian tanaman tersebut mampu beregenerasi dan berdiferensisi menjadi tanaman  lengkap.
Keberhasilan budidaya jaringan tanaman sangat dipengaruhi oleh media tanamnya. Selain sebagai tempat tumbuh, media tanam merupakan penyedia unsur hara dan zat-zat lain yang diperlukan eksplan untuk tumbuh. Seperti halnya dengan tanaman utuh, jaringan tanaman juga memerlukan unsur hara makro dan unsur hara mikro. Karena yang ditanam adalah sepotong kecil jaringan atau sekelompok sel, media tanam haruslah dapat menyediakan bahan-bahan lain yang dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan jaringan tanaman sehingga tanaman dapat melakukan regenerasi.
Media biakan adalah bahan atau campuran bahan yang dapat digunakan untuk membiakkan mikroorganisme karena memiliki daya dukung yang tinggi terhadap pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Dalam media semi sintetik selain bahan hasil pertanian, digunakan pula zat-zat kimia yang komposisinya diketahui dengan tepat.
 Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu diadakan praktikum mengenai cara pembuatan media kultur jaringan. Hal ini dimaksudkan agar segala hal yang diketahui tentang kultur jaringan bukan hanya sekedar mengetahui tentang adanya kultur jaringan, tetapi dapat membuat bibit tanaman melalui kultur jaringan. Agar semua yang diketahui tentang kultur jaringan bukan sekedar teori, tetapi dapat diaplikasikan dalam praktikum untuk dijadikan pengabdian kepada masyarakat.



1.2.  Tujuan dan Kegunaan
            Tujuan dari praktikum pembuatan media kultur jaringan ini yaitu untuk mengetahui cara pembuatan media tanam dari stok-stok bahan kimia terutama untuk media MS dan media PDA.
            Adapun kegunaanya yaitu sebagai bahan informasi bagi mahasiswa khusunya mengenai pembuatan media kultur jaringan.

























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.   Media Tanaman
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.  Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon.  Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain.  Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan.  Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca.  Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf (Suryowinoto, 1991).
Sebelum membuat media, terlebih dahulu dilakukan pembuatan larutan stok. Larutan stok dibuat dengan tujuan untuk memudahkan pengambilan bahan-bahan kimia khususnya yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, tak perlu sering menimbang karena hal ini kurang praktis. Larutan stok disimpan di dalam lemari pendingin agar tidak mudah rusak dan mencegah terdegradasinya bahan-bahan kimia oleh mikroba penyebab kontaminasi. Pembuatan larutan stok harus dilakukan dengan cermat, sebab larutan stok yang terlalu pekat akan mengalami pengendapan di lemari es, dan larutan stok yang terkontaminasi tidak boleh digunakan lagi (Anonim2, 2012).
Dalam kultur jaringan, unsur-unsur diberikan tidak dalam bentuk unsur murni, tetapi berupa senyawa berbentuk garam. Sebelum dicampurkan kedalam media tumbuh, garam-garam mineral itu haruslah lebih dahulul dilarutkan dalam konsentrasi tertentu, sehingga dalam media tumbuh nantinya jumlah tiap gram benar sesuai dengan ketentuan sebagai pelarut dipakai akuades (Yuwono, 2008).
Untuk memenuhi faktor pertumbuhan tanaman, media kultur jaringan yang baik mengandung (Anonim1, 2011) :


1.    Hara anorganik
Ada 12 hara mineral yang penting untuk pertumbuhan tanaman dan beberapa hara yang dilaporkan mempengaruhi pertumbuhan in vitro. Untuk pertumbuhan normal dalam kultur jaringan, unsur – unsur penting ini harus dimasukkan dalam media kultur.
2.    Hara organik
Tanaman yang tumbuh dalam kondisi normal bersifat autotrof dan dapat mensintesa semua kebutuhan bahan organiknya.Meskipun tanaman in vitro dapat mensintesa senyawa ini, diperkirakan mereka tidak menghasilkan vitamin dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan yang sehat dan satu atau lebih vitamin mesti ditambahkan ke media.Thiamin merupakan vitamin yang penting, selain itu asam nikotin, piridoksin dan inositol biasanya ditambahkan. Selain bahan organik tersebut, bahan kompleks seringkali ditambahkan, termasuk ekstrak ragi, casein hydrolysate, air kelapa, jus jeruk, jaringan pisang, dan lain – lain. Penambahan bahan kompleks ini menghasilkan media yang tak terdefinisi.Dengan penelitian yang cukup, semestinya bahan kompleks ini dapat diganti dengan zat tertentu, mungkin tambahan suatu vitamin atau asam amino.
3.    Sumber karbon
           Tanaman dalam kultur jaringan tumbuh secara heterotrof dan karena mereka tidak cukup mensintesa kebutuhan karbonnya, maka sukrosa harus ditambahkan ke dalam media. Sumber karbon ini menyediakan energi bagi pertumbuhan tanaman dan juga sebagai bahan pembangun untuk memproduksi molekul yang lebih besar yang diperlukan untuk tumbuh. Biasanya sukrosa pada konsentrasi 1 – 5% digunakan sebagai sumber karbon tapi sumber karbon lain seperti glukosa, maltosa, galaktosa dan laktosa juga digunakan. Ketika sukrosa diautoklaf, terjadi hidrolisis untuk menghasilkan glukosa dan fruktosa yang dapat digunakan lebih efisien oleh tanaman dalamkultur.
4.    Agar
            Umumnya jaringan dikulturkan pada media padat yang dibuat seperti gel dengan menggunakan agar atau pengganti agar sperti Gelrite atau Phytagel.Konsentrasi agar yang digunakan berkisar antara 0.7 – 1.0%. Pada konsentrasi tinggi agar menjadi sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia, sehingga difusi hara ke tanaman sangat buruk. Agar dengan kualitas tinggi seperti Difco BiTek mahal harganya tapi lebih murni, tidak mengandung bahan lain yang mungkin mengganggu pertumbuhan.
5. pH
Media biasanya diatur pada kisaran 5.6 – 5.8 tapi tanaman yang berbeda mungkin memerlukan pH yang berbeda untuk pertumbuhan optimum.Jika pH lebih tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar tidak dapat memadat.
6. Zat Pengatur Tumbuh
Pada media umumnya ditambahkan zat pengatur tumbuh.Zat pengatur tumbuh.
7. Air
Distilata biasanya digunakan dalam kultur jaringan, dan banyak lab menggunakan aquabides (air destilata ganda). Beberapa lab, dengan alasan ekonomi, menggunakan air hujan, tapi ini menyebabkan sulit mengontrol kandungan bahan organik dan non-organik pada media.
8. Pemilihan Media
Jika tidak ada informasi awal, biasanya mulai dengan media MS (Murashige dan Skoog 1962). Media ini mengandung konsentrasi garam dan nitrat yang lebih tinggi dibandingkan media lain, dan telah sukses digunakan pada berbagai tanaman dikotil. Untuk inisiasi kalus, 2.4-D ditambahkan ke media dengan konsentrasi 1 – 5 mgL-1.Untuk multiplikasi tunas, sitokinin seperti BAP ditambahkan dan juga diberi auksin, seperti NAA pada konsentrasi yang rendah.Untuk inisiasi akar, IBA pada konsentrasi 1 – 2 mgL-1 ditambahkan.

2.2.   Jenis-Jenis Media
Menurut Suryowinoto  (1991), adapun jenis-jenis media kultur jaringan adalah sebagai berikut :
a)   Media Knop
Dapat juga digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus, biasanya ditumbuhkan pada media dengan kosentrasi garam-garam yang rendah seperti dalam kultur akar dengan penambahan suplemen seperti glucosa, gelatine, thiamine, cysteine-HCl dan IAA.
b)   Media White
Dikembangkan oleh Hildebrant untuk keperluan kultur jaringan tumor bunga matahari, ditemukan bahwa unsur makro yang dibutuhkan kultur tersebut, lebih tinggi dari pada yang dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan S pada media untuk tumor bunga matahari ini, sama dengan media untuk jaringan normal yang dikembangkan kemudian. Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan Hildebrant ini lebih tinggi dari media white, tetapi masih lebih rendah dari pada media-media lain yang umum digunakan sekarang.
c)    Media Knudson dan media Vacin and Went
Media ini dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Tanaman yang ditanam di kebun dapat tumbuh dengan baik dengan pemupukan yang hanya mengandung N dari Nitrat. Knudson pada tahun 1922, menemukan penambahan 7.6 mM NH4+ disamping 8.5 mM NO3-, sangat baik untuk perkencambahan dan pertumbuhan biji anggrek. Penambahan NH4+ ternyata dibutuhkan untuk perkembangan protocorm. Media Nitsch & Nitsch, menggunakan NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi untuk mengkulturkan jaringan tanaman artichoke Jerussalem. Penambahan ammonium khlorida sebanyak 0.1 mM, menghasilkan pertumbuhan jaringan yang menurun.
Pertumbuhan sel dari jaringan suatu organ dibandingkan dengan jaringan tumor tanaman Venca rosea (Catharanthus roseus), menunjukkan bahwa penambahan ammonium ke dalam media White yang sudah dimodifikasi, mempunyai pertumbuhan yang lebih baik. Konsentrasi NO3-, NH4-, K+ dan H2PO4- yang diperoleh, hampir sama dengan yang dikembangkan oleh Miller.
d)   Media Murashige & Skoog (media MS)
Merupakan perbaikan komposisi media Skoog, terutama kebutuhan garam anorganik yang mendukung pertumbuhan optimum pada kultur jaringan tembakau. Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro lainnya konsentrasinya dinaikkan sedikit. Pertama kali unsur-unsur makro dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain. Media MS paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun sesudah penemuan media MS, sehingga dikembangkan media-media lain berdasarkan media MS tersebut, antara lain media :
1.  Lin & Staba, menggunakan media dengan setengah dari komposisi unsur makro MS, dan     memodifikasi : 9 mM ammonium nitrat yang seharusnya 10mM, sedangkan KH2 PO4 yang dikurangi menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM. Larutan senyawa makro dari media Lin & Staba, kemudian digunakan oleh Halperin untuk penelitian embryogenesis kultur jaringan wortel dan juga digunakan oleh Bourgin & Nitsch (1967 dalam Gunawan 1988) serta Nitsch & Nitsch (1969 dalam Gunawan 1988) dalam penelitian kultur anther.
2.   Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh Durzan et alI (1973 dalam Gunawan 1988) untuk   kultur suspensi sel white spruce dengan cara mengurangi konsentrasi K+ dan NO3-, dan menambah konsentrasi Ca2+ nya.
3.  Chaturvedi et al (1978) mengubah media MS dengan menurunkan konsentrasi NO3-, K+, Ca2+, Mg2+ dan SO4-2 untuk keperluan kultur pucuk Bougainvillea glabra.
Senyawa-senyawa di dalam media MS dapat terjadi pengendapan persenyawaan, ini terlihat jelas pada media cair. Kebanyakan dari persenyawaan yang mengendap adalah fosfat dan besi, kemudian dalam jumlah yang lebih sedikit adalah Ca, K, N, Zn dan Mn. Senyawa paling sedikit adalah senyawa yang mengandung unsur C, Mg, H, Si, Mo, S, Ca dan Co. Setelah tujuh hari dibiarkan, maka kira-kira 50% dari Fe dan 13% dari PO4+, mengendap (Dalton et al, 1983). Pengendapan unsur-unsur tersebut mungkin tidak penting, karena unsur-unsur tersebut masih tersedia bagi jaringan tanaman dan pengaruh pengendapannya belum diketahui. Untuk mengatasi pengendapan Fe, Dalton dan grupnya menganjurkan supaya konsentrasi Fe dikurangi sampai 1/3 dengan EDTA yang tetap.

e)    Media Gamborg B5 (media B5)
Pertama kali dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium lebih rendah dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh bagian tanaman.. Pada masa ini media B5 juga digunakan untuk kultur-kultur lain. Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, media ini menggunakan konsentrasi NH4+ yang rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM menghambat pertumbuhan sel kedelai. Fosfat yang diberikan setelah 1 mM, Ca2+ antara 1-4 mM, sedangkan Mg2+ antara 0.5-3 mM (Gamborg et al, 1968).
f)    Media Schenk & Hildebrant (media SH)
Merupakan media yang juga cukup terkenal, untuk kultur kalus tanaman monokotil dan dikotil. Konsentrasi ion-ion dalam komposisi media SH sangat mirip dengan komposisi pada media Gamborg dengan perbedaan kecil yaitu level Ca2+, Mg2+, dan PO4-3 yang lebih tinggi. Schenk & Hildebrant mempelajari pertumbuhan jaringan dari 37 jenis tanaman dalam media SH dan mendapatkan bahwa: 32 % dari spesies yang dicobakan, tumbuh dengan sangat baik, 19% baik, 30% sedang, 14% kurang baik, dan 5% buruk pertumbuhannya. Tetapi karena zat tumbuh yang diberikan pada tiap jenis tanaman tersebut berbeda. Media SH ini cukup luas penggunaannya, terutama untuk tanaman legume.
g)   Media WPM (Woody Plant Medium)
Yang dikembangkan oleh Lioyd & Mc Coen pada tahun 1981, merupakan media dengan konsentrasi ion yang lebih rendah dari media MS. Media diperuntukkan khusus tanaman berkayu, dan dikembangkan oleh ahli lain, tetapi sulfat yang digunakan lebih tinggi dari sulfat pada media WPM. Saat ini WPM banyak digunakan untuk perbanyakan tanaman hias berperawakan perdu dan pohon-pohon.
h)   Media N6
Media N6 mempunyai ciri perbandingan NH₄⁺ dan NO₃⁻  yang jauh perbandinganya. Amonium  yang diberikan dalam bentuk (NH)SO hanya sebanyak 363 mg/l, sedangkan KNO 2830 mg/l.
BAB III
METODOLOGI
3.1. Tempat dan Waktu
            Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian, gedung Pusat Kegiatan Penelitian (PKP) lantai 4, Universitas Hasanuddin. Pada hari Jumat, 8 Maret 2013 pukul 07.30 WITA sampai selesai.

3.2. Alat dan Bahan
            Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan media MS (Murashige and skoog) yaitu botol kultur, oven, magnetic stirrer, timbangan analitik, tabung Erlenmeyer, gelas ukur, pipet tetes, hot plate, shaker, pH meter, panci, dan autoklaf. Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam praktikum pembuatan media PDA yaitu timbangan analitik, pisau, panci, Erlenmeyer, saringan, hot plate,  dan autoklaf.
            Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan media MS yaitu Stok A, Stok B, Stok C, Stok D, Stok E, Stok F, air, ZPT, agar-agar, gula, aquades, dan kertas aluminium. Sedangkan  bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan media PDA yaitu kentang, air, gula pasir, agar-agar, dan aquades.

3.3. Prosedur Kerja
            Adapun prosedur kerja praktikum pengenalan alat ini yaitu:
Uutuk pembuatan media MS
·      Semua bahan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer
·      Aquades 500 ml
·      Stok A 100 ml aduk hingga rata
·      Stok B 10 ml aduk hingga rata
·      Stok C 10 ml aduk hingga rata
·      Stok D 10 ml aduk hingga rata
·      Stok E 10 ml aduk hingga rata
·      Menambahkan aquades hingga 1 liter
·      Menghomogenkan larutan hingga merata dengan menggunakan Hot Plate dan Magnetik stirrer
·      Mengukur pH, yakni tidak antara 5,6 – 5,8
·      Jika pH tinggi diturunkan dengan HCl 1N dan jika pH rendah di naikan dengan KOH 1N dengan cara ditetesi sampai mencapai pH yang dinginkan
·      Menghomogenkan larutan hingga merata dengan hot plate
·      Cukupkan larutan menjadi 1 L
·      Menuangkan pemadat berupa agar-agar (7 gram/L)
·      Memasak larutan hingga mendidih dengan menggunakan Hot plate dan Magnetik stirrer. Pemanasan dihentikan sampai larutan terlihat bening dan mulai terlihat gelembung-gelembung udara.
·      Menuangkan media secara merata ke dalam botol-botol kultur jaringan
·      Tutup botol tersebut dengan tutup yang tahan panas, seperti plastik tahan panas atau aluminium foil dan diusahakan supaya botol benar-benar tertutup rapat.
·      Tempeli label
·      Lakukan sterilisasi basah menggunakan autoklaf dengan memasukkan botol-botol tersebut ke dalam autoclaf dan disterilisasi dengan suhu 121°C dengan tekanan 1,5 psi selama 20-30 menit.
·      Menyimpan media yang sudah disterilisasi di dalam ruang penyimpanan media yang steril ber-AC (suhu 24 - 26°C) selama 3 hari sebelum digunakan untuk memastikan bahwa media tersebut tidak terkontaminasi.

Untuk pembuatan media PDA
·      Mengupas kentang yang dijadikan PDA
·      Mencuci kentang yang telah di kupas pakai air bersih
·      Menimbang kentang sebanyak 250 gr kemudian ditimbang agar-agar sebanyak 20  gr dan dextrose 20 gr
·      Memotong kentang yang telah ditimbang menjadi bentuk dadu
·      Merebus kentang di dalam panci dengan air 1 L sampai mendidih
·      Sambil menunggu airnya mendidih, masukkan agar dan dextrose yang telah ditimbang ke dalam erlenmeyer
·      Setelah mendidih, air bekas rebusan kentang disaring
·      Ambil air tersebut lalu masukkan ke dalam campurran gula dan agar di erlenmeyer
·      Lalu masak larutan tersebut, homogenkan dan panaskan sampai mendidih
·      Tutup ujung Erlenmeyer menggunakan aluminium foil
·      Masukkan Erlenmeyer tersebut kedalam autoklaf selama 1-2 jam, lalu keluarkan






















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.  Hasil
            Dari praktikum pembuatan media di peroleh  hasil sebagai berikut :
Tabel hasil percobaan pembuatan media biakan.

No

Media

Fungsi

Gambar

1

PDA

Digunakan sebagai media untuk mengisolasi atau perbanyakan cendawan/fungi


2

MS

Digunakan untuk pertumbuhan dalam botol.


4.2. Pembahasan
Media Murashige & Skoog (media MS) merupakan media digunakan hampir pada semua macam tanaman terutama herbaceous. Media ini memiliki konsentrasi garam-garam mineral yang tinggi, terutama kebutuhan garam anorganik yang mendukung pertumbuhan optimum pada kultur jaringan tembakau dan senyawa N dalam bentuk NO3- dan NH4+.
Senyawa-senyawa di dalam media MS dapat terjadi pengendapan persenyawaan, ini terlihat jelas pada media cair. Kebanyakan dari persenyawaan yang mengendap adalah fosfat dan besi, kemudian dalam jumlah yang lebih sedikit adalah Ca, K, N, Zn dan Mn. Senyawa paling sedikit adalah senyawa yang mengandung unsur C, Mg, H, Si, Mo, S, Ca dan Co. Setelah tujuh hari dibiarkan, maka kira-kira 50% dari Fe dan 13% dari PO4+, mengendap.
 Pengendapan unsur-unsur tersebut mungkin tidak penting, karena unsur-unsur tersebut masih tersedia bagi jaringan tanaman dan pengaruh pengendapannya belum diketahui. Untuk mengatasi pengendapan Fe, konsentrasi Fe dikurangi sampai 1/3 dengan EDTA yang tetap (Suryowinoto, 1991).
            Menurut Bagus (2010) yang menyatakan bahwa banyak media, seperti media alami, media sintetik, tetapi prosedur dengan bahan alami diambil dari contoh pembuatan PDA (Potato Dextrose Agar) yang digunakan untuk isolasi dan kultur jamur.
Media PDA adalaha media yang dibuat dan digunakan sebagai media bakteri dan jamur yang memiliki komposisi utama yaitu kentang sebanyak 250gr, agar-agar bening sebanyak 20gr dan dextrose sebanyak 20gr, serta ada penambahan 500ml aquades.
Pada kentang yang telah di potong berbentuk dadu kecil harus dibersihkan dari kotoran atau kehidupan jasad renik, lalu potong kentang direbus lalu disaring larutan kentang tersebut. Ini sesuai dengan literatur Amni (2009) yang telah menyatukan pengembangan media cair menggunakan media ekstrak gda sehingga salah satu operasional pembuat media, dicuci bersih dan dipotong dadu, kemudian di masukkan kedalam beaker glass dan penambahan aquades
Cawan petri yang telah di autoklaf harus diletakkan dibawah sinar UV dari laminar air flow. Sehingga cawan petri ini digunakan sebagai tempat atau wadah penuangan media. Ini sesuai dengan literatur Amni (2009) menyatakan teknik cawan tuang dan cawan gores yang paling sering digunakan kedua metode ini didasarkan pada prinsip yang sama yaitu mengencerkan organisme sedemikian rupa sehingga individu spesies dapat di pisahkan
            Menurut George & Sherrington (1984) yang menyatakan bahwa 4/5 bagian dari potensial osmotik dalam media White disebabkan oleh gula, sedangkan dalam media MS hanya 1/2 dari potensial osmotiknya disebabkan adanya gula.
            Keuntungan dari pemakaian agar adalah (Anonim1, 2012) :
1.        Agar membeku pada temperatur ≤ 45o C dan mencair pada temperatur 100o C, sehingga dalam kisaran temperatur kultur, agar akan berada dalam keadaan beku yang stabil.
2.        Tidak dicerna oleh enzim yang dihasilkan oleh jaringan tanaman.
3.        Tidak bereaksi dengan persenyawaan-persenyawaan penyusun media.
























BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa :
1.      Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media.
2.      Media MS adalah media yang digunakan untuk perbanyakan hampir semua tanaman hortikultura. Stok-stok yang digunakan yaitu stok A, B, C,  D, E, F dan hormon zat pengatur tumbuh.
3.      Media PDA (Potato Dextrose Agar) merupakan salah satu media yang baik di gunakan untuk membiakkan suatu mikroorganisme, baik itu berupa cendawan/fungsi maupun sel mahluk hidup.

5.2.   Saran
Sebaiknya dalam praktikum pembuatan media siswa diberi waktu yang cukup untuk lebih mengenal dan memahami media-media yang digunakan dalam kultur jaringan agar mahasiswa lebih memahaminya dan ruang laboratorium yang digunakan harus lebih bersih dan disertai AC agar mahasiswa dapat melakukan praktikum dengan baik.







DAFTAR PUSTAKA
Amni, S. 2009.PetunjukPraktikumMikrobiologi.”http://www.mikrobiologi.ac.com
              Diakses pada hari Sabtu, 17 Maret 2013 pukul 14.00 WITA

Anonim1. 2012.  http://blog.ub.ac.id/fitafitriya/2012/11/06/laporan-bioteknologi-pembuatan-media-kultur-jaringan/ Diakses pada hari Sabtu, 17 Maret 2013 pukul 14.00 WITA

Anonim2. 2012. http://khaeriyah-indahnyaberbagi.blogspot.com/2012/06/laporan-pembuatan-media-kultur-jaringan.html. Diakses pada hari Sabtu tangga 17 Maret 2013 pukul 14.00 WITA

Bagus, 2010.  Agar-agar. http://www.brainon.foot.id.org. Diakses pada hari Sabtu tanggal 17 Maret 2013 pukul 14.00 WITA  
Suryowinoto, M. 1991. Budidaya Jaringan dan Manfaatnya. Fakultas Biologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar